Mengambil Air, Etos Berbudaya Tradisional

Kamis, 28 Februari 2013 0 komentar





Warga menggendong tempaian berjalan menuju sumber air. Aktivitas semacam itu biasa dilakukan sejumlah warga Kecamatan Cepogo, Boyolali. Mereka yang tak terfasilitasi pipa penyambung air dari sumber ke rumah masing-masing, rela menempuh jalan menanjak. Dalam sehari, mereka bisa lebih dari lima kali pergi ke sumber dengan tempaian kosong saat berangkat dan tempaian berisi air penuh saat pulang.
Budaya itu menjadi warna peradaban di lereng Gunung Merapi. Etos mereka menjalani kehidupan tradisional menjadi pelengkap potret kehidupan pegunungan di sana. Berjalan kaki, menembus udara dingin dan melupakan lelah demi melangsungkan kehidupan, itulah kenyataan yang harus mereka hadapi. Sisi kerelaan hati dan keteguhan hidup, mungkin kenyataan itu bisa kita jadikan guru dalam mensyukuri hidup.

Jadah Bakar Bertabur Serundeng

1 komentar




Bagaimana cara menikmati udara dingin panorama pegunungan sembari melihat hilir mudik kabut di seputaran Gunung Merapi dan Merbabu? Tentu saja, berdiam diri di Selo sebagai jawaban mutlaknya. Notabene Selo adalah kecamatan termasuk Kabupaten Boyolali yang terletak di sela dua gunung tersebut.
Pagi, siang pun sore, udara dingin di sana bisa bertambah nikmat jika kita menyediakan diri mencari bumbunya. Apa itu? Jadah bakar bertabur serundeng atau parutan kelapa dicampur gula jawa. Jadah bakar di Selo biasa disajikan di atas piring yang diberi alas daun pisang.
Ya, bisa dikatakan makanan itu menjadi khas daerah Selo. Butuh merogoh kocek Rp10.000, anda bisa mencicipi makanan itu plus hidangan kopi. Murah bukan?
Beberapa warung, tepatnya di seputaran Kantor Polsek Selo, menyediakan hidangan itu. Warung-warung tersebut dilengkapi meja kursi dan tentu saja atap yang melindungi pengunjung dari terik matahari pun hujan.

 
Wisata Soloraya © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets